Pages

Tuesday, 23 March 2010

look out..!!, Ada "Tukang Pamer"!

ROBOTKU dong paling bagus, bisa bersuara lagi. Robot punyamu enggak bisa kan?," pamer Rizky kepada Johan. "Tapi aku punya mobil-mobilan remote, buatan luar negeri. Kamu nggak punya kan?," timpal Johan tak mau kalah. 

Moms, di rumah pasti sering mendengar obrolan sang buah hati dengan teman sepermainannya, seperti Rizky dan Johan di atas. Sepintas sih tidak ada yang janggal, tapi kok seolah-olah percakapan mereka saling mengunggulkan miliknya, ya? Apakah hal ini wajar?     

Wajar tapi Perlu Diwaspadai

Saat anak mulai dapat mengidentifikasikan dirinya (menyadari diri sebagai individu), dia mulai membandingkan dirinya dengan orang lain. Tak heran jika dia sering menunjukkan atau menonjolkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki, agar keberadaannya diakui oleh orang lain.

Dan biasanya mereka menggunakan benda, seperti mainannya dalam melakukan hal tersebut. Ini disebabkan proses berpikir mereka yang masih terbatas pada hal-hal yang konkret. 

Memang, perilaku ini kerap terjadi pada si kecil. Tapi jangan sampai dia menjadi berlebihan atau terobsesi untuk menjadi yang "paling" di antara teman-temannya.

Bahkan tidak jarang, mereka rela berbohong agar tetap dipandang hebat oleh yang lain dengan mengatakan memiliki suatu barang. Padahal mereka tidak memilikinya. Ini yang perlu Moms waspadai!

Diakui dan Mendapat Teman

Perilaku "pamer" ini tak datang begitu saja. Keinginan untuk mendapat perhatian, pengakuan dari orang lain, dikagumi oleh banyak orang adalah beberapa faktor penyebabnya. Bahkan hal ini dijadikan salah satu cara untuk mendapat teman atau diterima dalam kelompok tertentu dalam suatu lingkungan.

Menunjukkan kepemilikan akan suatu benda dapat diperburuk oleh faktor lingkungan. Utamanya dari keluarga, di mana orangtua fokus pada hal-hal yang bersifat materi (materialistis), atau mengejar status sosial saja.

Dengan demikian tak menutup kemungkinan anak pun akan melakukan hal yang sama. Karena anak cenderung meniru perilaku orangtuanya. Misalnya, ibu meminta ayah untuk membelikan mobil yang lebih bagus dan lebih mahal daripada tetangga sebelah rumah.

Anak pun akan meminta orangtua untuk memenuhi keinginannya agar tidak kalah dari teman-temannya. Apalagi bila orangtua semakin menguatkan perilaku tersebut, seperti menanamkan kepada sang anak bahwa dia  tidak boleh kalah dengan temannya.

Dijauhi Teman-teman

Jika perilaku ini dibiarkan berlanjut, akan menimbulkan masalah, baik bagi anak maupun orangtua itu sendiri. Dampak bagi orangtua adalah mereka harus mengeluarkan biaya yang besar untuk memenuhi keinginan anak.

Dampak bagi anak, mereka cenderung menghargai diri dan orang lain dari benda atau materi yang dimilikinya saja. Sehingga selalu merasa kurang puas dan kurang dapat menerima diri dan orang lain apa adanya. Dan jika sang anak tidak dapat memenuhi keinginannya, dapat menimbulkan frustrasi.

Selain itu, dalam kehidupan sosialnya, anak dapat dijauhi oleh teman-teman karena dianggap "sok pamer" dan sombong. Meskipun sebenarnya dia hanya ingin dikagumi agar teman-teman mau berteman dengannya.

Untuk menghindari hal tersebut, ada baiknya jika orangtua dan sekolah terlibat langsung dalam mengatasi anak yang suka berperilaku "pamer".

Tip Praktis Mecegah Anak Pamer

Berikut tip ala Fransisca, M.Psi dalam mencegah anak berperilaku "pamer":

1. Bagi orangtua, berikan contoh yang baik kepada anak. Misalnya, jangan menghargai orang berdasarkan kepemilikannya akan suatu benda, fokus pada hal-hal yang sifatnya materi dan tidak menanamkan dalam diri anak agar tidak kalah dari teman-teman.

2. Menerima anak apa adanya tidak hanya kelebihan tetapi juga kekurangan yang ada dalam dirinya.

3. Hindari membandingkan anak dengan anak lain. Ingat, setiap anak memiliki keunikan dan kelebihan dalam bidang yang berbeda. Misalnya, anak yang tidak memiliki prestasi sebaik kakak atau adiknya, mungkin saja dia memiliki kelebihan dalam bidang yang lain, seperti musik atau olahraga.

4. Gali potensi atau bakat yang dimiliki si kecil. Seperti, mengikusertakannya dalam kegiatan sehingga membantu anak dalam melihat kelebihan yang dimiliki dalam dirinya. Sehingga, anak tidak perlu merasa cemas akan ditolak oleh orang lain.

5. Membantu anak melihat hal-hal positif yang ada dalam diri dan juga menghargai usaha yang telah dilakukannya, sehingga kepercayaan diri lebih meningkat. Bila anak percaya diri, dia akan merasa nyaman dengan dirinya.

6. Mengembangkan kepekaan dalam diri anak. Dapat diajarkan di rumah atau di sekolah. Misalnya belajar memerhatikan orang lain, memberi kepada mereka yang membutuhkan atau memuji hasil karya orang lain. Ajarkan anak untuk berada dalam posisi orang yang dipameri dan tanyakan bagaimana perasaannya agar anak memahami kondisi atau perasaan orang lain.

7. Ajarkan anak keterampilan sosial yang lebih baik untuk mendapat teman, tidak dengan cara pamer.

Misalnya, dengan membantu orang lain, mengajak bicara mengenai sesuatu yang disukai, mendengarkan saat teman sedang berbicara, berbagi dengan orang lain.

8. Jangan langsung mencap anak sebagai "tukang pamer". Ajak dia bicara dalam suasana yang santai dan nyaman. Sehingga anak tidak merasa di bawah tekanan, dan orangtua dapat memahami kenapa si kecil melakukan hal tersebut.(Mom& Kiddie//nsa)
Sumber : Okezone

Share/Save/Bookmark

0 komentar: